Ayah, Ibu Tolong Dengarkan Anakmu Ini....

                                 
Ayah, Ibu aku tahu usiaku tak lagi muda. Kalau kata orang, usiaku ini adalah usia awal menuju dewasa yang sesungguhnya. Maka, tak salah lagi  kau mulai resah dengan masa depanku. Bukan hanya tentang karir, tapi tentang perjalanan panjang selanjutnya. Bagimu, kebahagian ku adalah prioritas, tapi terkadang kau melampaui batas.

Ayah, Ibu aku tak pernah bermaksud untuk menjadi anak durhaka kepadamu, tak pernah ada maksud dari hatiku untuk sekalipun menolak permintaanmu. Sayangnya, kali ini aku harus berkata tidak atas apa yang menjadi pilihamu. 

Ayah, Ibu aku tahu usiaku sudah menginjak seperempat abad dan kau resah karena putri dari beberapa sahabat, saudara dan tetanggamu telah menggenapkan separuh agamanya, melabuhkan hatinya pada seseorang yang berharga. Sedang anakmu masih tetap pada aktifitas rutinnya berangkat pagi pulang malam, ataupun nongkrong bersama sahabatnya. Barangkali memang kau resah, takut jika suatu saat anakmu tak kunjung menemukan labuhan hatinya, sandaran hidupnya hingga kau tak kuat lagi mendengar kata tetangga, "si anu jadi perawan tua". 

Ayah, Ibu putrimu ini tentu hanya manusia biasa yang mengingkan tempat berlabuh pada akhirnya. Hanya saja, Tuhan belum mendatangkan waktu yang tepat untuk menemukan rumah terbaik itu. Tuhan pun belum mendatangkan seseorang yang tepat untuk menjadi penenang kerisauan hidupku. 

Ayah, Ibu bisakah kalian cukupkan ini semua? Aku tau ini bagian dari usaha dan tak ada yang salah dengannya. Hanya saja, pernahkah kalian tahu apa yang aku rasakan untuk semua perjalanan ini? Pernahkan sekalipun kau bertanya, "Nak, apakah kau bahagia dengan hidupmu?". Terkadang aku merasa sendiri karena aku tak menemukan kehangatan ketika pulang dari lelahnya berjuang di luar.

Ayah, Ibu aku hanya ingin kita berkomunikasi secara dalam sebelum menemukan labuhan terakhir dengan berbagai cara yang akan kita lalui bersama. Bukan dengan segala kesepihakan yang membuatku semakin tak nyaman untuk kembali pulang, atau dengan setengah paksaan yang kau lakukan agar semua berjalan lancar. Ini tentang perjalanan panjang yang harus kulalui dengan siapa kelak secara mandiri. Maka, bisakah kau minimalisir kata-kata, "kamu memang tak pernah sayang kami, tidak seperti kakakmu yang selalu menurut kata orang tua". Bisakah Bu, Yah aku tak selalu kau framing sebagai anak durhaka yang sulit di atur. Atau sebagai anak yang selalu mengabaikan apa katamu?
                                
Ayah, Ibu biarkan aku berpikir secara dalam, menyelam sedalam mungkin tentang rencana-rencana panjang yang ingin kami lalui bersama. Biarkan aku memilih apa yang menjadikanku nyaman untuk bersandar. Biarkan aku menemukan dengan tanpa paksaan siapapun agar kelak, saat sesuatu yang tak diinginkan terjadi, aku tak menyalahkan atas apa yang telah kau lakukan padaku.

Ayah, Ibu tolong dengarkan aku. Karena aku begitu mencintaimu.


*Untukmu yang telah berjuang, aku akan selalu mendukungmu. Dear my extraordinary friend, i know you're strong girl.💛

Komentar